21:57 pm
Lagu Night Changes dari One Direction mengisi teras belakang Altarok.
Semua sibuk dengan tugas masing-masing. Malan dan Juan bagian menyiapkan arang dan minyak untuk keperluan masak nanti.
Rezvan dan Narendra menyiapkan bahan-bahan makanan. Haikal bantu membawa semua kebutuhan masak dari dapur ke teras belakang.
Dan terakhir, si bungsu membantu menyiapkan gelas dan menyediakan minuman satu persatu untuk kakaknya.
Biasanya Haikal tidak melakukan tugasnya sendiri, melainkan berdua dengan Cekra. Tetapi karena Cekra sedang mengejar mimpinya di negeri lain, Jikal yang akan membantu Haikal.
Setelah sibuk dengan semuanya dan telah menghabiskan kurang lebih 15 menit di malam ini, akhirnya selesai juga.
Semuanya duduk di kursi masing-masing, berhadap-hadapan.
“Kal, telfon Cekra!” teriak Malan dari ujung meja.
Yang di suruh langsung bergegas mengambil handphonenya dan menelfon nama teratas yang ada di riwayat panggilan.
“Bang, sosisnya kurang ga?” Jikal menghampiri sang kakak yang tengah sibuk memanggang.
“Lo mau lagi ga?”
“Mau” Jikal hanya menunjukkan senyum giginya, malu.
Narendra terkekeh. “Yaudah masukin”
Tanpa ba bi bu, Jikal memasukkan beberapa potongan sosis ke dalam penggorengan di depannya.
“Kraa!” teriak Juan, ia tersenyum lebar melihat sosok sang adik di layar kecil itu.
“Bang!” sapa Cekra balik.
“Ren, Le. Cekra tuh” ucap Malan. “Sapa dulu, kasih semangat. Ini gua jagain”
Ternyata ada untungnya juga punya banyak anggota geng,
“Wah parah nih anjing” omongan Haikal membuat semua orang menengok, termasuk Cekra yang ikut mendengarkan.
“Siapa yang suruh Malan masak?!! Ga bakal makan enak kita anyingg” semua tertawa.
Malan malah lanjut memasaknya dan berlagak seperti koki bintang 5. Berhasil membuat semua tertawa terbahak-bahak, lagi.
“Lagian si Malan traktirnya yang mentahan, kenapa ga beli jadi aja sih seafoodnya?” komplain Juan.
“Bang, ngelunjak bang!” teriak Cekra dari seberang telfon sambil menunjuk ke arah Juan.
Malan membalikkan badannya, tangan kanannya memegang capitan panas dan mengarahkannya ke Juan.
“Lo udah di kasih hati minta jantung” Lagi dan lagi, tawa bahagia kembali mengisi seuluruh penjuru Altarok.
Saat ini, hanya kebahagiaan yang ada di Altarok. Semoga kebahagiaan ini akan terus berlanjut dan awet di kehidupan mereka bertujuh.
Semesta benar-benar mempersatukan Altarok dengan kalimat “all or none”. Semua akan terasa bahagia jika mereka bersama.
Tidak penting seberapa jauh jarak diantara mereka, di mata semesta mereka tetap di satu tempat yang sama.
Semesta tidak pilih kasih kali ini.
Pesta makan malam berakhir pukul 23:00 malam. Cekra ikut merayakannya, mulai dari menyanyi ucapan selamat untuk Malan, berdoa bersama, pesan-pesan untuk Malan dan makan malam.
Setelah makan malam selesai, Cekra langsung izin pamit karena harus segera tidur untuk pelatihan esok hari.
Pesta memang sudah berakhir tapi belom bagi mereka berenam. Pesta malam ini dilanjutkan dengan review malam mereka.
“Semoga bang Malan bisa cepet ketemu bang Rezvan sama bang Juan di garis finish” ucap si bungsu.
“Yah nangis anak orang” Rezvan yang berada di samping Jikal malah tertawa melihat mata sang bungsu berkaca-kaca.
“Iyaa aamiin” jawab Malan.
“Gue juga mau tapi susah banget..” ucap Jikal lagi.
“Ya lo juga harus berjuang lah, samperin Juan. Masa ga di pubg ga di kenyataan lo kalah mulu” jawab Haikal memegang puncak kepala Jikal.
“Kalo udah bisa ngejar gue baru keren” Juan ikut menyemangati sang bungsu.
“Gue juga udah mau sampe” sahut Narendra.
“Lah iya ego!” jawab Juan seperti teringat akan sesuatu. “Sabtu ini jadwal terakhir dia terapi ke dokter”.
“Asikk, sembuh dong” goda Malan.
“Ga sia-sia kan hidup? Coba kalo lo dulu beneran loncat, ga bakal ngerasain yang namanya berhasil” jawab Haikal.
Narendra mengangguk setuju. Apa yang di bilang Haikal memang benar, jika malam itu Haikal tidak bergerak lari menahannya mungkin dia tidak akan merasa sebahagia ini dalam hidupnya.
“Makasih Kal”
Haikal membalasnya dengan senyuman. “Selalu”
“Siapa belom?” tanya Rezvan.
“Haikal” jawab Juan sambil menunjuk ke arah sisi kirinya
“Apaan?” Haikal kebingungan.
“Ampe nih dunia kiamat juga dia ga bakal mau ngasih tau apa masalah hidupnya” Malan membuka suara, sudah sangat mengenal sahabatnya itu.
“Cerita aja Kal” Rezvan menatap Haikal, diikuti yang lain.
“Lah gua gapapa” Haikal memberi tawa sedikit di akhir kalimatnya agar terlihat natural,
tapi percuma. Mereka berlima sudah sangat mengenal Haikal.
“Ga cape emang kuat terus?”
“Kalo cape nyerah sebentar gapapa Kal, serius deh. Masih ada enam orang yang bisa bantu lo bangkit”
“Bang” panggil Jikal tiba-tiba. “Jikal juga mau denger kata makasih dari bang Haikal. Masa Jikal mulu yang bilang”
“Semua udah pernah bilang makasih sama lo, itu pun ga sekali dua kali. Tapi berkali-kali. Lo ga adil kalo ga kasih kita kesempatan buat denger kata makasih dari lo”
Semua mulai membuka suaranya, mengatakan satu dua hal kepada Haikal.
“Tapi serius gua gapapa” jawaban Haikal membuat kelima orang di hadapannya membuang pandangan mereka.
Haikal tertawa, kelima sahabatnya pasti sudah muak mendengar kata “gapapa” keluar dari mulut Haikal.
“Iya, nanti gua cerita” ucap Haikal lagi. Tapi dari kelima orang itu belom ada yang mengembalikkan pandangannya,
Seakan-akan mereka tidak tertarik dengan pembicaraan Haikal. “Apapun deh. Gua ceritain semua”
Semua menatap haikal serentak. “Gitu kek daritadi”
“Akhirnya”
“Akhirnya Haikal ga bego lagi”
“Eh kok gitu bangsat” Haikal melempar gelas plastik ke arah Malan.
Malam ini di tutup dengan canda tawa lagi. Setelah mereka semua sudah selesai mengobrol, mereka tidak lupa untuk membereskan teras belakangnya menjadi rapih kembali.
“Kal, ucapin good night semangat buat Cekra” kalimat terakhir yang malan ucapkan sebelum memasuki kamarnya.