22:36 pm

Haikal berada disini. Di tempat ini lagi. Tempat yang sudah beribu-ribu kali ia datangi tapi tidak membuatnya bosan.

Altarok tidak pernah sehening ini sebelumnya. Biasanya selalu ada Rezvan yang teriak tiba-tiba, Juan dan Cekra yang ribut sendiri karena kalah main game, Narendra yang marah-marah karena Malan selalu berantakan.

Sekarang hanya tinggal ocehan panjang dari Jikal yang akan Haikal dengar untuk beberapa hari ke depan.

Seperti yang Haikal ketahui, hampir semua sahabatnya sudah mau menyampai garis finishnya. bahkan Rezvan dan Juan sudah selesai dengan perjuangannya.

Haikal memang tidak asing dengan suasana ini. Tapi terasa sedikit canggung mengingat masa lalunya yang ia lewati sendirian tanpa siapapun di sampingnya seperti sekarang.

Malan sedang sibuk mengejar mimpinya yang katanya 'terlambat' nyatanya bisa di wujudkan seperti kata Haikal.

Juan melawan egonya yang selalu berkata tidak ingin berdamai dengan masa lalu pahitnya tapi pada akhirnya berhasil karena haikal.

Narendra akan selalu menyempatkan waktunya, sesingkat apapun untuk bertemu ayahnya di rumah sakit. Dalam bulan ini Narendra sama sekali tidak menginjakkan kakinya di jembatan Napon karena larangan dari Haikal.

Cekra fokus mengejar mimpinya sekaligus bukti satu-satunya yang bisa ia tunjukkan kepada sang papa. Cekra berani mengambil keputusan itu karena dia tau Haikal akan selalu mendukung apapun pilihannya dan Cekra sangat mempercayainya.

Kenyataannya semua keberhasilan itu selalu menyimpan nama Haikal di baliknya. Perjuangan mereka selesai karena Haikal yang tidak pernah melepas genggamannya.

Haikal selalu memastikan kalau yang lain bisa percaya padanya, bisa bersandar padanya.

Untuk kisah pejuang termuda Altarok, Kafkama Jikaltara.

Akan ada banyak nama Haikal di kisah hidupnya. Si bungsu akan selalu ingat omelan sang kakak yang selalu melarangnya untuk menyerah. Haikal akan selalu menyuruhnya nangis pada malam hari dan memintanya melakukan yang terbaik esok hari.

Mungkin kalimat dari Haikal yang selalu menempel di benak Jikal adalah 'nangis sepuasnya malam ini biar besok pagi dunia ga tau serapuh apa diri lo'

“Kale!” teriak Haikal dari teras belakang. Hanya ada mereka berdua disini, tidak tahu apa yang harus dilakukan.

“Kenapa?” dengan cepat Jikal menghampirinya.

Haikal menggeser posisi duduknya, mempersilahkan Jikal untuk duduk di sampingnya. “Mau cari abun ibun harus dari mana dulu?”

Pandangan Jikal yang tadinya menatap Haikal terbuang ke arah lain, “Ga usah bahas itu lah”

“Besok-besok aja” lanjutnya.

“Lah” Haikal dibuat bingung dengan jawaban Jikal. “Gimana sih lo”

“Kita kan tinggal berdua disini, gua mau nikmatin dulu. Kapan lagi altarok sunyi kaya gini”

“Dasar!”

“Tapi bang-

Haikal menengok

-lo juga harus mulai perjuangan lo, gua sama yang lain udah mulai. Masa lo belom”

Haikal mendengus pelan, “Gua udah mulai.”

“Tapi ga keliatan” jawab Jikal.

“Karena ga gua perlihatkan”

“Kalo mau ngeluh boleh kak. Kalo mau nangis, nangis. Cerita aja sama bulan sama bintang, biarin mereka tau serapuh apa diri lo kalo dunia udah tidur”