Haikal dan Altarok
flashback bentar yaa, aku lupa masukin narasi ini pas mereka semua ngumpul buat bantu haikal bangkit t_t
! play playlist haikal !
Semua sudah berkumpul di Altarok. Termasuk Haikal, alasan mereka semua datang kesini. Ketujuh pejuang itu menatap langit malam dan pemandangan di depan. Hal yang selalu mereka lakukan.
“Bang Haikal kenapa mau nyerah?” tanya si bungsu. Semua merubah tatapan mereka mengarah ke Haikal, menunggu jawabannya.
“Gua ga nyerah” jawabnya singkat.
“Dia ga nyerah, dia cuman cape aja. Ga mungkin seorang Haikal nyerah” sahut Malan.
“Gua adu tonjok kalo ampe iya” lanjutnya.
“Semua berhak cape Kal, ga usah sok kuat depan kita”
“Kita aja ga malu rapuh di hadapan lo” lanjut rezvan.
“Rezvan udah berhasil” ucap Haikal keluar dari topik pembahasan. “Sesama pejuang harus kasih selamat. Gua udah”
“Anjing nih orang malah ganti topik” kata Juan. Haikal malah tertawa kecil dengan tatapannya fokus ke depan. Tatapan kosong.
Suasana kembali hening, tidak ada yang berbicara. Suasana ini yang selalu membuat ketujuh pejuang itu mendapatkan semangatnya lagi untuk melewati dunia esok hari.
Mereka lelah dengan bisingnya dunia, mereka lelah dengan segala macam drama yang mereka hadapi, mereka lelah dengan rencana semesta yang tidak pernah memberi kebahagiaan di garis takdirnya. Mereka hanya ingin menjauh untuk sementara waktu agar bisa mengambil nafas.
Haikal menarik nafas dalam dan membuangnya perlahan. “Haikal cape..” Haikal membuka suara.
“Malan cape”
“Juan cape”
“Naren cape”
“Cekra cape”
“Jikal cape” dan diikuti dengan yang lain.
“Semoga semesta denger, biar temen gua bisa sembuh dari capenya”
Semesta, salah satu dari mereka sudah berhasil mencapai akhir dari perjuangannya. Satu pejuang yang selalu menerima apapun permainan yang kau berikan akhirnya berhasil mencapai garis finishnya.
Pejuang itu adalah Kini Rezvan Sanjaya. Dia berhasil tapi tidak merasa keberhasilannya. Tidak ada kebahagiaan yang di rasakannya. Lelaki yang berjuang dengan keringatnya sendiri, di pegang erat oleh keenam sahabat lainnya agar tidak jatuh.
Rezvan merasa bersalah dengan keberhasilannya ini. Rezvan ingin semua sahabatnya ikut berada di garis finish dengannya. Tapi semesta memang selalu tidak adil, apapun masalahnya semesta yang harus di salahkan karena dia merencanakan.
Rezvan menatap keenam sahabatnya, semua berada di sisi kanan Rezvan. Rasanya ia ingin menangis detik ini juga. Ia ingin semua berhasil melewati rintangannya tapi semesta selalu berkata lain.
“Gue pengen kalian berhasil..” Rezvan kembali membuka suara. Air mata yang sudah ia tahan sedari tadi lolos saat keenam orang itu menoleh padanya.
Semua tertawa melihat raut wajah Rezvan yang berubah pucat. Cekra yang berada tepat di samping Rezvan merangkulnya dan mengusapnya pelan. Malan, Juan, dan Narendra yang posisinya berada di paling ujung, jauh dari Rezvan datang menghampirinya.
“Semua pasti berhasil Van” ucap Malan.
“Semoga” sahut Haikal, nyaris tidak terdengar.
Jikal yang duduk di samping Haikal mendengarnya dan membuka telapak tangannya di hadapan Haikal.
Haikal menatapnya bingung.
Jikal mengangkat kembali tangannya, seperti menyuruh Haikal menggenggamnya balik.
Haikal menggenggamnya. “Kita berhasil selama ada bang Haikal” si bungsu tersenyum.
Senyuman terukir di wajah Haikal, anak laki-laki di hadapannya sudah tumbuh dewasa sekarang.
Haikal bersyukur atas itu. Haikal bersyukur sudah hadir di kehidupan Jikal menggantikan sosok orangtuanya.
“Gua bokap lu apa nyokap lu?” bisik Haikal bercanda.
“Lo banci bang? Kok mau jadi ibun?” balas Jikal berbisik.
“Anying!” Haikal mendorong Jikal keras. Membuat yang lain ikut menoleh kepadanya.
“Masa gua di bilang banci ama bocah?!” ucap Haikal menjawab tatapan bertanya dari yang lain.
Candaan penuh tawa yang akhirnya menemani malam Altarok hari ini.
Semoga rasa nyerah dan titik terbawah bisa hilang dari kamus kehidupan tujuh pejuang itu.