Pertemuan Sanjaya

Sesuai janjinya dan sesuai perkataannya tadi pagi. Rezvan datang ke rumahnya, pulang ke tempat pulangnya dulu.

Tempat yang pernah menjadi tempatnya pulang dari kejamnya dunia luar.

Rezvan tiba di depan pagar bewarna krem itu. Menarik nafas panjang dan membuangnya perlahan. Berusaha meyakinkan dirinya untuk tetap masuk dan menghadapinya.

Pintu rumah terbuka lebar, Rezvan memandang sosok yang selalu ia peluk dulu, sosok yang selalu menggendongnya layaknya superhero.

Sang ayah berdiri tersenyum menatap anak semata wayangnya yang kini sudah menjadi anak sulung sekaligus seorang kakak.

Sang ayah sudah berbeda dengan terakhir kali Rezvan menemuinya. Rambut putih sudah mulai memenuhi kepalanya, begitu pun kulitnya yang sudah mulai keriput.

Tapi tetap tampan dan hebat, batin Rezvan.

“Kak Rezvan ya??!” Seorang anak kecil berumur 5 tahun datang berlari. “Ini kakaknya Reva?? Ganteng Yah” Anak kecil itu menunjukkan senyum lebarnya kepada sang ayah.

Melihat sang anak bingung, Ayah Sanjaya langsung menjelaskannya, “Ini anak pertama Ayah dari Mama, Reva namanya.”

Rezvan mengangguk, akhirnya mengerti.

“Yang waktu itu kamu jagain namanya Rezno, yang paling kecil” Lanjut sang Ayah menjelaskan.

Ketiganya duduk di ruang kelurga, Rezvan merasa asing dengan tempat ini. Padahal dulu tempat ini selalu menjadi tempat langganannya di hari libur, untuk bermalas-malasan menonton tv dan bermain ps.

“Kakak namanya siapa?” “Aku namanya Nareva tapi maunya di panggil Reva. Soalnya kata Ayah orang yang Ayah sayang namanya dari huruf R, jadi Reva juga mau kayak orang itu.”

Perempuan kecil itu berdiri, berlari kecil ke Rezvan yang duduk di kursi single.

Rezvan menatap ayahnya yang duduk di sofa panjang setelah mendengar perkataan Reva. Apa itu dirinya?

Secara tidak sadar sudut bibir Rezvan terangkat, anak kecil di depannya sangat mirip dengan ayahnya yang selalu berbicara tak berhenti.

“Nama kakak Rezvan” Rezvan tersenyum.

Sang perempuan kecil itu melotot lebar, terkejut dengan gaya yang sangat lucu. “Kakak bisa jadi orang yang Ayah sayang juga dong! Huruf depannya R juga”

Rezvan mengangguk, mengelus lembut rambut Reva.

Waktu berlalu hingga akhirnya seseorang datang, membuat Rezvan teringat tujuannya datang kesini untuk apa.

Tujuannya untuk menanyakan kebenaran dan kepastian agar bisa mengakhiri perjuangannya selama ini.

Wanita berambut pendek itu datang dan mengisi tempat kosong di sofa ruang keluarga. Pasti ini sudah menjadi tempat langganannya, seperti Rezvan dulu.

Wanita itu masih terlihat pucat, yang artinya beliau belom sepenuhnya sembuh.

“Reva, kamu makan buah dulu yuk sama ayah, mama mau ngobrol dulu sama Kak Rezvan” ucap sang Ayah.

“Tapi abis itu Reva main ya sama kak Rezvan”

“Iyaa boleh”

Suasana kembali hening. Ternyata rasa nyaman Rezvan tadi hanya karena kehadiran Reva di sampingnya.

Situasi seperti ini tidak pernah Rezvan rasakan, Rezvan tidak menyangka akan berhadapan dengan seseorang yang selalu menjadi alasannya pergi dari rumah. Sekarang dia tidak tahu harus memulainya dari mana.

“Kasih waktu tante buat jelasin dulu ya...” ucap wanita itu lembut, mungkin karena lemas akibat sakitnya.

“Tante tau, Rezvan pasti ga suka banget liat tante tinggal disini ya? Apalagi kita dulu sering ketemu ya kan? Dulu tante sering jemput Rezvan setiap pulang sekolah.”

“Dulu tante hanya sekedar asisten ayah kamu di kantor, sekarang malah jadi pendamping hidupnya. Jahat ya?”

Rezvan reflek mengangguk. Mungkin itu memang jawaban dari hati terdalamnya.

Sang Mama tersenyum, sangat paham dengan perasaan Rezvan saat ini. “Maafin tante kalo tante ngambil kebahagiaan kamu disini, tapi tante ga akan disini kalo takdir tante ga gini.”

“Tante sama ayah kamu di pertemukan saat keadaan kami sama sama hancur, tapi dengan egoisnya, kami saling menguatkan satu sama saling, menjalin hubungan manis ini tanpa memberikan Rezvan kebahagiaan juga, yang kondisinya Rezvan juga habis mengalami kehilangan.”

“Tante ga akan bisa punya anak kalo bukan ayah Rezvan yang semangatin, ayah juga ga akan bangkit kalo ayah terus menyimpan rasa sakitnya. Makanya suatu hari, ayahnya Rezvan cerita semua ke tante dan butuh uluran dari tante.”

Rezvan mulai memahami situasinya dan cerita yang ayahnya lewati selama ini. Tapi hati kecilnya masih menolak untuk menerima situasi ini.

Hatinya terlalu rindu dengan sang Ibu. Ibu yang pernah mengisi posisi wanita di hadapannya itu sekarang berada.

Tapi benar kata Haikal, kalo Rezvan tidak mau menerima kenyataan ini, tidak akan ada kesempatan untuknya lagi untuk mencapai garis finish.

Rezvan akan coba berusaha menerima ini.

Semoga. Semoga bisa.

Setelah hening beberapa lama, Rezvan mengangguk. Merespon semua cerita yang telah di sampaikan wanita di hadapannya itu.

“Tante sempet ga mau kamu kesini, bukan karena tidak mau menerima Rezvan sebagai anak tante. Tapi tante malu-

wanita itu meneteskan air mata pertamanya

-tante malu sama kamu.. Tante harus bilang apa kalo kamu nanya 'tante ngapain di posisi ibu?' Tante takut kamu ngejahuin tante karena tidak sebaik ibu kamu. Bu elisa selalu baik banget sama tante..

Tante yang salah dengan keputusan yang tante ambil sendiri secara sepihak...”

Rezvan ikut menumpahkan air matanya saat mendengar nama yang sudah lama tidak ia dengar.

Sang Mama menghapus air matanya dan kembali tersenyum, “Tante ga minta kamu untuk buru-buru menerima semua ini, tante paham situasi kamu. Maafin tante yang udah egois banget di kehidupan kamu. Tapi kamu pulang ya, ayah butuh kamu di sampingnya”

“Makasih ya Rezvan udah mau dengerin penjelasan tante, semoga kebahagiaan dateng terus ke Rezvan. Tante pamit dulu”

“Nyebutnya mama aja..”

Langkahnya terhenti. Wanita itu membalikkan badannya menatap laki-laki kecil nan dewasa itu. Tatapan tidak percaya terpampang jelas di wajahnya.

“Mama aja ga usah tante” ucap Rezvan ulang.

“T-tante boleh meluk kamu..?” Aruma meminta izin untuk melakukan hal yang selalu ingin ia lakukan sedari dulu.

Bibirnya bergetar, nada suaranya bergetar menahan isakan tangis yang ingin meledak, semua air mata terjun bebas dari mata cantiknya.

Rezvan merentangkan tangannya, tanda izin disetujui.

Mama aruma dengan cepat memeluk anak suaminya itu erat, sangat erat. Memeluk dengan segala rasa sayang dan rindu seperti anaknya sendiri.

“Maafin tante..”

“Maafin maafin..”

“Tante salah.. Tante udah merebut kebahagiaan kamu”

“Maafin tante..” ucap Aruma sela-it selama ini menghantuinya.

“Iya gapapa Ma” jawaban singkat Rezvan membuat pelukan itu semakin erat dan tangisan Aruma semakin menjadi.