Malam Hari Bersama Sang Jagoan
Malam begitu tenang mengiringi keindahan suasana Altarok di malam hari. Udara terasa dingin menyegarkan. Sesekali burung malam terbang penuh harapan.
Langit berwarna gelap kelabu dihiasi bintang-bintang bertebaran menemani raja malam yang bersinar terang menebar cahaya berkilauan.
Pohon-pohon hijau tumbuh subur dimana-mana dan lampu gedung kota yang selalu siap menyinari malam. Pemandangan yang akan selalu terlihat setiap berada di Altarok.
Pemandangan indah yang akan selalu berhasil membuat setiap manusia terhanyut dalam perasaan tenang dan nyaman.
Kini berada di halaman belakang Altarok.
Tempat yang selalu menjadi wadah kerapuhan ketujuh pejuang itu. Tempat yang akan menjadi sejarah di kehidupan mereka masing-masing.
Dan tempat yang mengetahui adanya tangisan di balik topeng bahagia mereka.
“Kak” Cekra menggantungkan kalimatnya menunggu sang kakak duduk di sampingnya.
“Gue mau menang” lanjutnya.
Haikal membanting pelan tubuhnya di kursi setelah berhasil mengambil sebungkus Lays dari meja.
“Menangin lah” ujarnya santai sambil merobek bungkus makanan dengan cepat.
Cekra menghembuskan napasnya berat.
“Cepet banget ya-
perkataan Haikal membuat Cekra kembali menatap sang kakak
-perasaan baru kemaren lo berangkat ngejar medali ke Singapura”
“Sekarang udah ke Belanda aja” Haikal menatapnya balik. Mengulurkan tangannya, memberi isyarat agar sang adik menggenggamnya balik.
“Sini tangannya”
Dengan perlahan Cekra mengulurkan tangannya dan berhasil mendarat di atas telapak tangan sang kakak.
Tiba-tiba Haikal memejamkan matanya, masih dengan posisi genggaman erat mereka.
“Dah” Haikal membuka matanya. “Sono! Masih aja pegangan. Mau nyebrang lo?”
“LAH” “Terus ngapain tadi merem?”
“Doa mau nyantet lo”
“ANJING LO BANG” nada suara Cekra menaik satu oktaf bersamaan dengan keripik yang mendarat di tubuh Haikal akibat lemparan dari Cekra.
“BRENGSEK! KOK MAIN LEMPAR AJA LO??!” teriak Haikal tidak terima.
“Gua bilangin Juan lo. Baju ini kan dia yang nyuci”
“Hah boong” jawab Cekra panik. Kalau sampai iya beneran Juan yang mencucinya, kelar hidupnya.
“Lah ngapain boong. Kan hari ini jadwal Juan nyuci” jawab Haikal penuh percaya diri. “Mampus lo”
“Gua ga ikut-ikutan ya” Haikal mulai melangkahkan kakinya menjauh mundur. “Semoga muka lo nggak biru-biru” kalimat terakhir dari Haikal sebelum benar-benar pergi dari situ.
“Sialan” “Padahal kan dia ya yang ngajak cari angin keluar. Aneh dah lo bang” “Yeu dasar ga jelas!” ucap Cekra entah kepada siapa.
Cekra kembali ke masalah awal. Bukan. Bukan masalah yang dia ingin menang.
Tapi masalah yang...
“WOI KRA!” teriak Juan.
nah yang ini...
“Mampus lah gua anying. Udah ini mah keburu cedera di sini sebelum tanding” dengan sangat buru-buru Cekra membersihkan meja halaman belakang.
“Ah bang Haikal ga tanggung jawab banget dah abis berantakin”
“KRA! DENGER GA SIH??!”
“IYA IYA INI LAGI JALAN”
Ya Tuhan, semoga ga patah tulang, Cekra masih mau hidup, amin. Batin Cekra.